6)Akan tetapi, Petrus berkata,"Emas dan perak tidak ada padaku. Tetapi apa yang ada padaku, itulah yang akan kuberikan kepadamu. Dalam nama Isa Al-Masih, orang Nazaret itu, berjalanlah engkau!" 7)Petrus memegang tangan kanannya lalu menolongnya berdiri. Saat itu juga kaki dan mata kakinya menjadi kuat. 8)Ia melompat tinggi-tinggi, lalu berdiri dan mulai berjalan ke sana ke mari. Kemudian ia masuk ke dalam Bait Allah mengikuti Petrus dan Yahya sambil berjalan dan melompat-lompat serta memuji-muji Allah.

(Kisah Para Rasul 3: 6-8, Kitab Suci Injil terj. 1912)





Minggu, 29 Mei 2011

DUA UMAT DAN YESUS




(14 x 21) cm; 203 hlm; HVS 70 gr; 2011
ISBN: 978-602-97520-1-4
Cetakan ke-2
Rp 45.000


Seorang Syeikh Muslim Irak dan Yesus
Di bulan Mei 2001, saya takjub bagaimana Allah menempatkan saya di tengah para petinggi Irak pada suatu konferensi dialog Muslim-Kristen di Baghdad, yang diprakarsai oleh Saddam Hussein. Di sanalah saya. Sebelumnya, kami mengadakan tur keliling negeri dari utara ke selatan, melihat Babel kuno dan Kota Niniwe yang berumur empat ribu tahun, tempat Yunus pernah berkhotbah, dan bertemu dengan orang-orang Irak yang baik. Selama konferensi, para uskup Kasdim dan Syria, para penatua, dan sebagainya berbicara tentang sejarah gereja mereka yang telah berumur dua ribu tahun. Namun, pada acara penutupan di Saddam Hussein Hall, satu-satunya pembicara non-Kristen hari itu—pemimpin Muslim Syi’ah di Irak—adalah orang yang paling bergairah bicara mengenai Yesus. Luar biasa. 

Ia berbicara langsung dari Yohanes pasal delapan, tentang Yesus dan perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Dua ribu orang duduk terperangah, bukan karena melihat seorang Muslim berbicara tentang Yesus—itu biasa terjadi—namun karena ia berbicara dengan penuh otoritas, sepertinya ia tahu lebih banyak tentang Yesus daripada perkataannya hari itu. Caranya membaca ayat-ayat Alkitab dengan bebas, juga sedikit ganjil. Setelah selesai bicara, ia menuruni podium dan melangkah keluar lewat pintu belakang bersama rombongannya. 

Tanpa tunggu lagi, saya bergegas ke belakang untuk melihat apakah saya bisa bicara sebentar dengannya. Saya menemuinya dan menyampaikan betapa saya terkesan oleh apa yang disampaikannya. Lalu, saya bertanya, apakah ia sudi datang ke Libanon dan meluangkan waktu bersama saya dan para pemimpin lainnya (sebagian besar orang Muslim), yang sama-sama mempelajari dan berbicara tentang Yesus. Matanya berbinar seraya mengatakan YA! Satu-satunya masalah adalah, tidak seorang pun bisa meninggalkan Irak tanpa izin resmi, dan ia harus memperoleh izin itu dari seorang menteri koordinator dalam pemerintahan. Ia memberikan nama orang yang saya perlu tanyai, seseorang yang mungkin juga hadir dalam konferensi itu. Ketika kami saling mengucapkan salam perpisahan, sang ustadz mengatakan, “Insyaallah (jika Allah menghendaki) saya akan menemui Anda di Beirut suatu hari nanti.” Terus terang, saya merasa naif sekali beranggapan bahwa pertemuan itu mungkin saja terjadi.

Lalu mulailah saya mencari-cari anggota kabinet yang disebutkan oleh ustadz itu. Keesokan harinya, saya melihat sang menteri di lobi hotel, dikawal ketat oleh para pengawal bersenjata. Setelah ditolak oleh dua orang pengawal, pengawal ketiga mengizinkan saya berbicara dengan bapak menteri, yang mengenakan seragam Angkatan Darat dan sarat dengan berbagai tanda kehormatan militer. 

Saya menghadap dan kata-kata pun meluncur dari bibir saya, “Hai, nama saya Carl. Saya seorang Amerika yang tinggal di Beirut dan saya datang untuk menghadiri konferensi ini. Saya mendengar kawan Anda, syeikh itu, menjadi pembicara kemarin. Beliau berbicara tentang Yesus dengan cara yang sangat karib, dan saya mengundang beliau ke Libanon, tetapi katanya beliau perlu izin dari Anda, dan sekarang saya menghadap Anda. Jadi, apakah beliau bisa pergi ke sana?”

Sang menteri tampak syok mendengar rentetan perkataan saya, tetapi ia segera memandang sekeliling dan katanya, “Mari.” Kami pergi ke balik sebuah dinding separuh. 
“Saya akan memberinya izin, dengan satu syarat.”
“Baiklah, apa itu?” tanya saya. 
“Undang saya juga.” 



LEPAS DARI BELENGGU - Kaum Muslim dan Kaum Nasrani dalam Perjalanan Menuju Kebebasan



(14 x 21) cm; 167 hlm; HVS 70 gr; 2007
ISBN: 979-15653-1-7
Rp 30.000,00



Dr. Jabbour yang terhormat, 
Kata-kata tidak dapat mengungkapkan berkah yang menyelimuti saya selama saya membaca buku Anda. Saya sungguh-sungguh merasa Roh Suci berbisik di telinga saya, “Mengertikah engkau, Fatima? Inilah yang Kumaksudkan.” Buku Anda datang tepat waktu dalam kehidupan saya untuk meyakinkan saya bahwa kita sedang menyembah Tuhan yang hidup, dan Ia tidak pernah meninggalkan kita. Saya bisa mendengar penjelasan-Nya kepada saya tentang apa yang dikatakan-Nya dalam Yeremia 40:4, “Aku melepaskan engkau hari ini dari belenggu yang ada pada tanganmu itu . . .Aku akan memperhatikan engkau.” Dia, Allah sendiri, Yang Mahakuasa, memperhatikan saya. Saya menyukai terjemahan Arab untuk frase ini, ‘aini ‘alaiki (“Mataku tertuju kepadamu.”). Ia tidak hanya menengok kepada saya. Perhatian-Nya  tertuju pada saya.

Saya ingat ketika untuk pertama kalinya seorang wanita Nasrani menolong saya mengenal Isa. Saya berkata kepadanya, “Saya mau mempelajari keempat injil bersama Anda, tetapi saya mohon, jangan Perjanjian Lama, juga jangan kitab Kisah Para Rasul, dan terutama Surat-Surat. Perjanjian Lama mengingatkan saya akan hukum-hukum yang ketat. Kitab Kisah Para Rasul tidak berarti bagi saya, dan saya tidak peduli siapa pergi ke mana dan melakukan apa. Sedangkan Surat-Surat, saya bahkan tidak ingin membacanya. Itu hanyalah surat-surat yang dibatasi oleh sejarah waktu dan ruang, dan itu tidak berlaku bagi saya.”

Wanita Nasrani itu begitu sabar terhadap saya dan ia terus menolong saya, dan Allah memakai dirinya seperti layaknya sebuah “kabel yang mengejutkan batu batere kami yang mati” — keluarga kami, yang kini semuanya mempercayai kebenaran Al-Masih.
Bulan demi bulan berlalu dan wanita yang menolong saya itu kemudian pindah ke negeri lain. Suatu malam, di samping tempat tidur saya, saya bertanya kepada-Nya, “Apakah ini mimpi? Lalu selanjutnya apa? Apa yang seharusnya saya lakukan sekarang? Mengapa Engkau membiarkan saya di tengah lautan saat saya tidak tahu bagaimana harus berenang sendirian?” 

Ia menjawab saya melalui buku Anda, katanya: “Fatima, engkau bebas sekarang ini. Bangun dan berjalanlah. Mudah saja. Ikuti AKU.” 
Saya mengaku kepada Anda bahwa sementara saya membaca buku ini saya harus meletakkan buku ini beberapa kali untuk menarik nafas. Beberapa kali saya terisak-isak. Saya menangis. Saya tertawa. Saya merasa bahwa Tuhan memeluk saya dan mengayun saya ke kiri dan ke kanan sementara kepala saya terbenam di dada-Nya. Kata-Nya, “Ya, anak-Ku. Aku sangat mengasihimu. Jangan khawatir. Engkau tidak akan pernah sendiri lagi. Aku akan selalu di sini untukmu.”

Dr. Jabbour, saya beranjak mengambil Kitab Suci saya dan mulai membaca lagi kitab Kisah Para Rasul, lalu saya menemukan suatu makna yang baru dalam kata-kata, “Itu adalah kisah-Ku selanjutnya.” Saya merasakan penderitaan murid-murid ketika mereka berjuang di antara kenyataan dan keragu-raguan. Saya merasakan kehadiran-NYA; saya bisa melihat mata-Nya yang berlinang air mata memandang saya, memeluk saya sambil berkata: “Tidak apa-apa, Fatima. Aku mengasihi engkau sebagaimana engkau ada. Engkau bukan penipu, Fatima. Engkau tetap dapat berkata alhamdulillah (“syukur  kepada Allah”) daripada puji Tuhan jika engkau mau. Engkau tetap dapat berkata bismillah alrahman alrahim (“dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Penyayang”) saat engkau hendak berangkat dengan mobil di pagi hari. Tidak apa-apa, Fatima. Engkau bukan penipu. AKU tetap sama baik kemarin, hari ini, besok, dan selamanya. Jadi, engkau tetap dapat berkata sadakallah alazim (“sesungguhnya dan dengan kebenaran Allah telah berfirman”) setelah engkau membaca Kitab Suci. Engkau tidak perlu mengganti bahasamu dengan bahasa-bahasa Nasrani. Aku mengasihi engkau, Fatima Al Makky, sebagaimana engkau ada. Jika Aku menginginkan sosok Nasrani, tentunya Aku sudah menciptakan engkau di tengah-tengah sebuah keluarga Nasrani. Tetapi Aku menginginkan ENGKAU. Jadi, tenangkanlah dirimu di lengan-Ku, ‘Nak, dan jangan menendang.” Percayakah Anda? Setelah itu saya tidur selama dua hari penuh!

Terima kasih banyak, saya merasa sangat terhormat diberi kesempatan untuk membaca apa yang telah Tuhan sampaikan kepada Anda untuk diteruskan kepada kami, orang-orang yang baru percaya, melalui Roh Suci-Nya. Sekali lagi, saya yakin 100 persen bahwa Allah akan memakai buku ini. Sekarang saya sedang bersenang-senang dalam kasih Allah. Suatu hari, Allah akan memakai saya juga menjadi kabel yang mengejutkan batere-batere lain yang sudah mati. 
Wassalam,
Fatima Al Makky, Ph.D.