6)Akan tetapi, Petrus berkata,"Emas dan perak tidak ada padaku. Tetapi apa yang ada padaku, itulah yang akan kuberikan kepadamu. Dalam nama Isa Al-Masih, orang Nazaret itu, berjalanlah engkau!" 7)Petrus memegang tangan kanannya lalu menolongnya berdiri. Saat itu juga kaki dan mata kakinya menjadi kuat. 8)Ia melompat tinggi-tinggi, lalu berdiri dan mulai berjalan ke sana ke mari. Kemudian ia masuk ke dalam Bait Allah mengikuti Petrus dan Yahya sambil berjalan dan melompat-lompat serta memuji-muji Allah.

(Kisah Para Rasul 3: 6-8, Kitab Suci Injil terj. 1912)





Kamis, 20 Maret 2014

IDEAL ALKITAB BAGI BANGSA


(14 x 21) cm; 186  hlm; book paper; 2014
ISBN: 978-602-7653-11-5
Rp 40.000

 Selama manusia masih leluasa memeras otak dan kekreatifan di kolong langit, Anda boleh yakin bahwa barang hasil teknologi seperti telepon seluler (ponsel) bisa kian “pintar” saja. Makin kemari kita menjumpai fitur dan fasilitasnya makin beraneka dan makin canggih. Para utas teknologi merakitnya untuk mempermudah dan memperkaya hidup manusia.

Nah, apa tanggapan Anda jika seorang mempunyai ponsel pintar tercanggih tapi hanya memakainya untuk kontak telepon dan berkirim pesan singkat? Semua fitur dan fasilitas lainnya—kamera, pemutar musik, pelacak posisi (GPS), internet, dll.—tersedia di situ, tapi dia hanya memanfaatkan dua fasilitas itu saja.

“Sayang betul barang canggih cuma dipakai untuk itu!” Mungkin begitulah komentar Anda sambil menggeleng-gelengkan kepala atau menepuk dahi. Saya sepakat dengan Anda, orang itu tidak tahu memanfaatkan potensi besar yang ada di genggamannya.

Hal serupa hendak saya kemukakan tentang Alkitab. “Kitab pintar” ini memiliki fitur-fitur ide yang serba luas dan penting bagi kehidupan kita. Allah Yang Mahakuasa mengilhamkannya untuk menyelamatkan dan memperkaya hidup manusia.

Nah, apa tanggapan Anda jika orang Kristen, yang memegang dan menjunjung Alkitab, hanya memanfaatkan ide-ide terbatas saja dari kitab pintar segala masa itu? Berbagai ide tersedia di situ tapi orang Kristen hanya menggeluti ide-ide yang “itu-itu lagi.”

Saya rasa kita dapat berseru bersama, “Sayang betul buku canggih cuma dipakai untuk itu!” Dan demikianlah adanya. Alkitab memuat beragam ide tentang kehidupan yang luas, tapi terlalu sering umat Kristen “menciutkan” kitab pintar ini hingga seolah-olah hanya berisi ide-ide yang terbatas pada kisaran topik tentang keselamatan jiwa, persekutuan kristiani, pertumbuhan rohani, kasih, pujian dan penyembahan, kesetiaan kepada Tuhan, keluarga saleh, pekabaran injil, akhir zaman. Tahun lepas tahun khotbah mimbar atau pembinaan rohani beredar di sekitar topik-topik itu saja, di sekitar ide-ide yang kebanyakan berfokus pada kerohanian pribadi orang Kristen dan pelayanan gerejawi.

Bagaimana dengan ide-ide Alkitab tentang kebangsaan, ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, seni, hukum, sikap terhadap (pemeluk) agama lain, dsb.? Ke mana larinya bahasan atau pengajaran tentang ide-ide itu, yang sesungguhnya mencakup realitas luas dari hidup manusia? Atau, mungkinkah di antara pembaca malah ada yang bertanya, “Memangnya ada ide-ide Alkitab tentang semua hal itu?”


Jumat, 24 Januari 2014

Terbit, 15 Februari 2014 : KETIKA HATI BERBICARA

(14 x 21) cm; 160  hlm; book paper; 2014
ISBN: 978-602-7653-10-8

Rp 40.000

Kisah seputar cinta, jodoh, dan pernikahan selalu menarik bagi siapa pun: laki-laki, perempuan, tua, apalagi muda. Semua orang tentu ingin berjodoh, menemukan pasangan yang pas untuk mengarungi kehidupan bersama-sama sampai ajal. Namun, jalan untuk sampai ke situ tak selalu mudah bagi setiap orang. 

Buku ini ditulis dari lubuk hati terdalam oleh gadis-gadis muda yang luar biasa di usia mereka yang dianggap kebanyakan orang ‘usia kritis’, usia yang dipandang sudah pantas memasuki jenjang pernikahan. Sebagian besar di antara mereka masih single, namun beberapa di antaranya sudah menemukan pujaan hati. Mereka bercerita tentang pengalaman mereka, yang pahit dan juga yang manis, kerinduan-kerinduan mereka, serta kiat-kiat mereka untuk menyemangati diri serta terus maju melewati masa-masa sulit, ketika kenyataan perjalanan hidup belum sesuai dengan impian dan harapan. Tujuannya adalah untuk berbagi rasa, berbagi cerita, dan juga berbagi tips tentang bagaimana bersikap positif saat menghadapi masa-masa sulit. 

Penulisannya dipersilakan menuruti gaya yang disukai oleh masing-masing penulis, dengan bahasa gaul yang kental bagi kaum muda, lengkap dengan istilah-istilah bahkan kalimat-kalimat bahasa Inggris yang pemakaiannya semakin ke sini semakin digandrungi, merayakan era globalisasi. Ilustrasi serta gambar sampul buku dibuat dengan gaya K-pop, sesuai permintaan para penulis yang memang menggemarinya.

 

Dapatkan buku digitalnya, mulai tanggal 14 Februari 2014:

LAPORAN DARI SIMORANGKIR - Sejarah Perkembangan Kekristenan di Simorangkir Berdasarkan Laporan Misionaris RMG


(14 x 21) cm; 291  hlm; book paper; 2013

ISBN: 978-602-7653-09-2
Menulis buku adalah pekerjaan mulia karena buku adalah jendela dunia yang memperluas wawasan kita, apalagi jika buku itu terbit di tengah-tengah masyarakat berbudaya lisan yang masih jarang mengeluarkan buku-buku. Kami menyambut buku yang ditulis oleh sahabat kami tercinta Pdt MSE Simorangkir ini sebagai sebuah upaya menerjemahkan dan menghadirkan apa yang dipergumulkannya sebagai hamba Tuhan. Beliau adalah seorang dari antara sedikit Pendeta Gereja Batak yang sudah menulis beberapa buku (termasuk disertasinya yang bagus itu). Sebagai Pendeta dan mantan Bishop GKPI, Pdt MSE Simorangkir paham betul bahwa penginjilan adalah tugas bersama kita karena pada dasarnya tritugas panggilan gereja (koinonia, marturia, diakonia) adalah tugas bersama warga dan pelayan gereja. Kesadaran seperti inilah yang harus terbangun dalam diri kita semua agar Gereja kita kuat dan berwibawa dalam mengarungi lautan kehidupan yang penuh gelombang ini.
Eforus HKBP, Pdt. Willem TP Simarmata, MA. 

Melalui buku ini, yang ditulis oleh seorang putra Simorangkir, Pdt. Dr. M.S.E. Simorangkir, M.Th., kita para pembaca diberi kesempatan indah dan langka untuk mengikuti perjalanan sebuah “pargodungan” atau sebuah “huria sabungan”/jemaat-induk di lembah Silindung, yaitu pargodungan Simorangkir, sebagai pargodungan ke-empat di lembah tersebut. Dan uniknya, Simorangkir adalah satu-satunya huria sabungan, yang kemudian salah satu jemaat cabangnya/filialnya diangkat menjadi sebuah pargodungan  tersendiri yakni Hutabarat Porbaju. Sepanjang pengetahuan kami, inilah buku pertama, yang meliput sejarah lokal sebuah jemaat induk di seluruh daerah sending “Batak Mission” dari lembaga PI Jerman RMG (kini dikenal dengan nama VEM atau UEM, berpusat di Wuppertal-Barmen, Jerman) melalui laporan-laporan otentik dari sang pelaku sending itu sendiri, para misionaris RMG yang ditempatkan di Tanah Batak, khususnya di Simorangkir.

Mantan Eforus HKBP. Pdt. (Em.). Dr. J.R. Hutauruk. 

Misionaris Beisenherz memberitakan, yang juga sudah berkalikali diberitakan, bagaimana warga jemaat Simorangkir mengangkut kayu untuk gedung gereja, yang diambil dari hutan-hutan di sekitar Pangaloan, jadi cukup jauh, menggotongnya sampai di tempat. Sepanjang hari dan malam  mereka tinggal di hutan-hutan, sering kali mereka berangkat ke sana pada pagi-pagi hari Senin dan baru kembali pada hari Kamis atau Jumat dengan berbeban berat. Tiang yang terbesar dipikul oleh 20 sampai 25 orang di bawah teriakan-teriakan suara yang keras untuk memberi semangat, bahkan orang kafir pun turut juga membantu.

Rheinische Missions-Berichte, März 1911. 

Exemplarily for the significance of the documents and photographs is mentioned a photograph of the building of the first Rhenish Mission Church in Simorangkir. The picture belongs to a lecture about the work of the Rhenish Mission Society in Sumatra. The lecture which consists out of some 70 pictures has been developed around 1924 to show people in Germany the work of the RMS. In the description of the photographs it says: “The first church has been ruinous. Therefore the community of Simorangkir decided in 1910 to build a new worthy church.” This photograph shows, as many other documents and photographs do, the high effort of the people from the mission as
well as from the people living at the places, for the faith in God.

Julia Besten, Executive Manager Archives and Museum Foundation of the UEM. 

Dengan ini saya mengucapkan selamat membaca kepada semua pembaca yang budiman dan terutama kepada semua teman semarga saya Simorangkir di mana pun mereka berada. Marilah kita bersyukur karena Injil telah disampaikan oleh para misionaris Jerman ke desa kita, yang kita semua yakini telah membawa dampak yang sangat berarti bagi semua keturunan marga Simorangkir.

JALAN SALIB




(14 x 21) cm; 111  hlm; book paper; 2013

ISBN: 978-602-7653-08-5
 
 
Terbitan khusus, kerja sama dengan Akademi Lutheran Indonesia (ALI) Pematangsiantar 



Cinta manusia, di sisi lain, hanya bisa ada melalui hal yang menyenangkan Allah karena manusia pasif sama sekali menyangkut cinta dan kebenaran Allah. Terlepas dari Allah, manusia tidak bisa mencintai dengan berkorban. Dia hanya bisa menginginkan hal-hal untuk kemuliaannya sendiri, namun dengan Kristus dalam diri kita, kita bisa mengasihi sesama manusia dan Allah dalam kebenaran yang menyenangkan Dia.

Inilah Jalan Salib. Jalan menuju kebenaran Allah. Jalan menuju kehidupan kekal di surga. Jalan menuju kedamaian kekal, baik di kehidupan sekarang maupun di dunia yang akan datang. Akhirnya, Jalan Salib itulah jawaban terhadap apa yang Yesus maksudkan saat berkata:

“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.”
— Lukas 9:23-24