6)Akan tetapi, Petrus berkata,"Emas dan perak tidak ada padaku. Tetapi apa yang ada padaku, itulah yang akan kuberikan kepadamu. Dalam nama Isa Al-Masih, orang Nazaret itu, berjalanlah engkau!" 7)Petrus memegang tangan kanannya lalu menolongnya berdiri. Saat itu juga kaki dan mata kakinya menjadi kuat. 8)Ia melompat tinggi-tinggi, lalu berdiri dan mulai berjalan ke sana ke mari. Kemudian ia masuk ke dalam Bait Allah mengikuti Petrus dan Yahya sambil berjalan dan melompat-lompat serta memuji-muji Allah.

(Kisah Para Rasul 3: 6-8, Kitab Suci Injil terj. 1912)





Kamis, 10 November 2011

AJARAN DUA KERAJAAN LUTHER DAN RELEVANSINYA DI INDONESIA



(15,5 x 22,5) cm; 462 hlm; HVS 70 gr; 2011
ISBN: 978-602-98932-8-7
Rp 60.000,00


Apakah hubungan gereja-negara itu berkaitan dengan kesadaran atau tidak dari gereja-gereja Lutheran di Indonesia atas pikiran Luther tentang Ajaran Dua Kerajaan Luther (ADK)? Karena Martin Luther (ML) merumuskan pikirannya tentang ADK secara kontekstual, maka di sini kita berjumpa dengan tugas teologi sebagai sebuah ilmu yang terus menerus menangani masalah secara baru untuk menghindari spekulasi “menara gading” teologi akademis yang jauh bergerak dari iman gereja pada masanya. Luther yang waktu itu bertugas sebagai dosen di Universitas Wittenberg, tidak membiarkan dirinya terkurung di dalam tembok akademis, melainkan keluar dari sana dan memberikan jawaban yang kontekstual. Maka penelitian ini akan menguji apakah ADK yang dibidani dalam menjawab masalah Eropa, dapat memberikan sumbangan dalam menjawab masalah Indonesia.

Melalui ADK ini Luther ingin mengajar orang Kristen untuk memandang kekuasaan secara teologis, tidak mencampuraduk kekuasaan teologis dengan politik; tidak menyembah kekuasaan, karena kekuasaan adalah pemberian Tuhan; memberikan batas-batas kepada pemerintah duniawi; menekankan bahwa Injil harus berdiri sendiri tanpa dukungan kekuatan politis; dan menjamin kebebasan beragama setiap pribadi.  Maka ADK juga dapat memberikan sumbangan kepada gereja-gereja di Indonesia untuk memahami bahwa kedua kekuasaan harus bekerjasama secara dewasa dalam membangun bangsa.