6)Akan tetapi, Petrus berkata,"Emas dan perak tidak ada padaku. Tetapi apa yang ada padaku, itulah yang akan kuberikan kepadamu. Dalam nama Isa Al-Masih, orang Nazaret itu, berjalanlah engkau!" 7)Petrus memegang tangan kanannya lalu menolongnya berdiri. Saat itu juga kaki dan mata kakinya menjadi kuat. 8)Ia melompat tinggi-tinggi, lalu berdiri dan mulai berjalan ke sana ke mari. Kemudian ia masuk ke dalam Bait Allah mengikuti Petrus dan Yahya sambil berjalan dan melompat-lompat serta memuji-muji Allah.

(Kisah Para Rasul 3: 6-8, Kitab Suci Injil terj. 1912)





Minggu, 22 April 2012

BERPIKIR DI TINGKAT BANGSA - Ide-ide Kristiani bagi Isu-isu Bangsa


(145 x 21) cm; 177 hlm; book paper; 2012

ISBN: 978-602-98932-9-8
Rp 42.000


TERBITAN TERBATAS


Inginkah kita melihat Kabar Baik diwartakan lebih luas dan lebih hebat lagi di seluruh Indonesia? Resepnya sederhana: berpikirlah di tingkat bangsa, atau dengan kata lain, milikilah rasa kebangsaan. Resep ini bukan sekadar isapan jempol, tetapi dipungut dari sejarah dan ide Alkitab.

Satu bangsa yang paling luar biasa pertobatannya di abad lalu adalah Korea Selatan, dan sejarah mencatat: “barangkali satu-satunya faktor terpenting yang membuka jalan sehingga kekristenan akhirnya diterima secara luas [di Korea] adalah pengidentikan diri banyak orang Kristen dengan ihwal kebangsaan Korea selama masa pendudukan Jepang (1905–1945).”3 Dr. Anne Ruck, penulis buku Sejarah Gereja Asia, melaporkan: “Para pendeta asing ingin supaya gereja [Korea] tidak campur tangan dalam urusan politik, dengan alasan Kerajaan Allah bukan kerajaan duniawi. Tetapi orang Kristen Korea berpandangan lain. Gereja menjalin hubungan dengan nasionalisme Korea dan mendukung gerakan menentang kekuasaan Jepang. Gereja mempertahankan kebaktian dalam bahasa Korea dan tidak memakai bahasa Jepang. Liturgi berbahasa Korea menjadi lambang cinta kepada tanah air Korea.”


Marilah kita cermati fakta tersebut. Kalau dulu orang Korea menuruti keinginan para pendeta/misionaris asing yang jelas penggemar fanatik kekristenan individual/universal (sampai sekarang pun hampir semua mereka seperti itu!), hari ini kita tidak akan pernah mengenal Korea Selatan sebagai bangsa dengan pengaruh Kristen yang kuat dan mengesankan di muka bumi. Gereja dan pekabaran Injil di Korea tidak akan terpacu perkembangannya. Syukurlah, “orang Kristen Korea berpandangan lain”!  Menurut saya, mereka ini telah menjiwai pemikiran “tingkat bangsa” Kristen atau nasionalisme Kristen, seperti yang dianut Paulus: “Bahkan, aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani” (Rom. 9:3, tekanan oleh saya). Paulus adalah rasul bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi, tetapi ia tak pernah sekali pun mengucapkan perkataan dahsyat macam itu bagi salah satu bangsa bukan Yahudi. Hanya untuk bangsanya!


Dari sini maklumlah kita bahwa cinta bangsa akan memacu perluasan Kerajaan Allah dalam bangsa. Itu resep mujarab dan modal yang amat sangat besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar