(14 x 21) cm; 179 hlm; HVS 70 gr; 2007
ISBN: 978-979-15653-4-9
Rp 35.000,00
CATATAN DI HULU
BANYAK ORANG NASRANI INDONESIA peduli kepada bangsanya. Ini terbukti dari doa yang tak putus-putus bagi bangsa dan negara dalam segala kebaktian gereja atau ibadat khusus atau ibadat pribadi. Gaya doa itu pun macam-macam. Ada yang berdoa dengan bersajak, dengan bergumam, dengan berurai air mata, atau bahkan dengan meraung-raung. Bagaimanapun, semua paham bahwa Tuhanlah harapan bagi bangsa ini, yang tak kunjung bangkit sejak terpuruk pada tahun 1997. Pada intinya, kita mengasihi bangsa kita dan ingin melihat sentuhan Allah memulihkannya, secara jasmani dan rohani.
Buku Orang Nasrani, Pandu Bangsamu! (I) saya persembahkan untuk mendukung segala doa yang sudah kita kerahkan. Judulnya berupa seruan/suruhan karena saya merasa bahwa memandu bangsa adalah tindak nyata yang harus kita tekankan dan terapkan lebih serius lagi di tengah segala arus doa kita. Itu akan memenuhi rumusan “berdoa dan bekerja” sekaligus jadi penjabaran lagu agung yang masih kita nyanyikan bersama seluruh rakyat Indonesia: “Di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku.” Demikianlah buku ini, dan juga jilid duanya yang insya Allah akan menyusul kemudian, mengemukakan konsep dan petunjuk untuk berbuat sesuatu sebagai timbalan doa. Siapa nyana, Al Kitab ternyata memuat gagasan-gagasan besar tentang memandu bangsa sebagai perwujudan “kewargaan surga” dalam “kewargaan bumi.”
Dalam buku ini akan Anda jumpai enam pasal yang sebenarnya pecahan dari tiga pasal induk yang panjang. Justeru karena panjang, saya belah dua pasal-pasal induk itu. Seperti buku yang terdahulu, buku ini pun saya susun dengan konsep “album musik.” Anda tahu bagaimana album musik. Di bawah satu judul kita biasa temukan sekitar sepuluh lagu yang “otonom.” Tema tiap-tiap lagu bisa beragam, begitu pula gubahan musiknya. Nah, hampir seperti itulah buku ini: tiap-tiap pasal induk berdiri sendiri, punya tema dan gubahan yang khas, namun tetap terajut oleh satu benang merah: kewajiban orang Nasrani memandu bangsanya. Hal-hal yang ditekankan setiap pasal induk adalah yang saya, selaku penulis, pandang penting, mendasar, dan mudah dikaji/diterapkan oleh kaum Nasrani Indonesia secara umum untuk memandu bangsa. Ini sisi subjektif dalam penulisan. Lain penulis boleh jadi menuliskan lain hal untuk tujuan yang sama.
Gagasan tiap-tiap pasal induk tulen dari otak Indonesia ini dan agaknya belum pernah ada yang menuliskan, khususnya dalam tautan Indonesia. Sejujurnya, gagasan tiap-tiap pasal induk tersebut bisa dikembangkan jadi satu buku tersendiri, namun saya memilih untuk membatasi pengembangannya dan menderetkannya saja di satu buku. Maksudnya supaya berbagai gagasan segar dapat cepat disiarkan dan ditanggapi secara sehat demi Allah dan demi Indonesia. Pikiran praktis saja! Saya bersyukur sekali kalau ada pemikir-pemikir/pendekar-pendekar pena lain yang mau mengembangkan gagasan/konsep dalam buku ini. Bahu-membahu macam itulah yang dibutuhkan bangsa kita saat ini.
Untuk memudahkan pembaca, baiklah saya garisbesarkan isi buku. Dalam enam pasal kita akan membahas:
§ Pasal satu dan dua: Pendaratan kenasranian/”kewargaan surga” kita dalam keindonesiaan/”kewargaan bumi” kita; pernyataan umum dan khusus Allah tentang memandu bangsa; kebenaran dan dosa sebagai patokan bagi kemajuan dan kemunduran bangsa; nilai-nilai kepanduan yang harus diterapkan Gereja Indonesia, berikut rintangannya.
§ Pasal tiga dan empat: Peran Allah dalam memandu kehidupan setiap bangsa di segala zaman; daulat dan kasih Allah atas bangsa-bangsa; tuntunan Allah tidak terbatas kepada bangsa Israel saja, tetapi kepada semua bangsa juga, termasuk bangsa kita; Allah telah dan tetap memandu bangsa Indonesia, sehingga kita pun harus memandu bangsa kita.
§ Pasal lima dan enam: Gagasan yang dituliskan adalah satu sarana ampuh untuk memandu bangsa; Al Kitab sebagai gagasan Allah yang dituliskan dan dampaknya kepada kehidupan manusia; bangsa Barat sebagai teladan kegiatan tulis-menulis dan dampak baik/buruk tulisan mereka bagi dunia; belum swasembadanya dunia pustaka Nasrani Indonesia dan akibatnya bagi Gereja Indonesia; kendala dan kerugian tidak menulis serta jalan untuk mengatasinya.
Cukup banyak “daging” dalam satu buku! Dan seperti Anda maklumi, buku apa pun pasti mengungkapkan keyakinan penulisnya, tak terkecuali buku ini. Jadi, saya telah menyusunnya dengan keyakinan-keyakinan berikut: bahwa Al Kitab adalah benar dan seharusnya mendarat pada tautan hidup kita, dalam hal ini keindonesiaan kita, bukan melayang-layang saja di atasnya; bahwa Al Kitab terbuka bagi semua orang beriman dan seharusnya dikaji oleh setiap orang beriman hanya dengan syarat: akal sehat, itikad murni, dan tuntunan Roh Kudus; bahwa semua ilmu bersumber pada Allah dan seharusnya dipakai untuk memperkaya bahasan-bahasan Al Kitabiah; bahwa bangsa Indonesia masih terpuruk dan kaum Nasrani sebagai salah satu komponen bangsa seharusnya memandunya keluar dari lembah bayang-bayang maut; bahwa kepanduan bangsa adalah hal yang am dan semua anak bangsa seharusnya melakukannya; bahwa pandu-pandu Indonesia harus mengasihi dan mengidentikkan diri dengan bangsanya kalau mau memandunya secara efektif; bahwa Allah masih bicara kepada orang di zaman ini pun, lewat media apa pun, sehingga saya harap dari buku ini Anda bisa mendengar bisikan-Nya bagi Anda secara pribadi—bisikan untuk memandu bangsa Anda demi kemuliaan Allah. Cukup banyak keyakinan dalam satu alinea!
Tanpa niat berpanjang-panjang lagi, saya persilakan Anda beranjak ke halaman pertama. Saat mengantar Anda sekarang ini saya teringat perkataan seorang rekan mahasiswi baru-baru ini: “Sepertinya percuma berdoa untuk bangsa dan negara, tidak ada perubahan.” Saya bertanya-tanya, mungkinkah begitu juga yang Anda rasakan sebagai pejuang-pejuang doa? Jika demikian, Anda sedang memegang buku yang tepat untuk menanggulangi rasa kecewa itu. Apabila gagasan-gagasan buku ini kita telaah dan jabarkan bersama-sama, niscaya doa tidak akan percuma lagi.
Akhir kata, selamat menyelami dan menikmati; selamat berdoa dan bekerja sebagai “pandu ibu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar