6)Akan tetapi, Petrus berkata,"Emas dan perak tidak ada padaku. Tetapi apa yang ada padaku, itulah yang akan kuberikan kepadamu. Dalam nama Isa Al-Masih, orang Nazaret itu, berjalanlah engkau!" 7)Petrus memegang tangan kanannya lalu menolongnya berdiri. Saat itu juga kaki dan mata kakinya menjadi kuat. 8)Ia melompat tinggi-tinggi, lalu berdiri dan mulai berjalan ke sana ke mari. Kemudian ia masuk ke dalam Bait Allah mengikuti Petrus dan Yahya sambil berjalan dan melompat-lompat serta memuji-muji Allah.

(Kisah Para Rasul 3: 6-8, Kitab Suci Injil terj. 1912)





Sabtu, 15 Desember 2012

PINTU-PINTU YANG TERBUKA



(14 x 21) cm; book paper 65 gr. ; 2012
PINTU-PINTU YANG TERBUKA - Sebuah Memoar, 164 hlm
ISBN: 979-602-7653-02-3
Harga Rp 35.000

TERBITAN TERBATAS 



Ketika jenazah dibawa ke masjid, sekali lagi saya pulang ke rumah. Benar saja. Tepat pukul 13.00 telepon berdering. Langsung saya berpikir pendeta gadungan itu. Saya mengangkat telepon dan sudah pasang kuda-kuda. Di seberang sana orang yang menelepon itu memperkenalkan dirinya, lalu dia bertanya nama saya dan bertanya apakah adik saya sudah menelepon saya. 

Nah, betul tho? Ini dia, pikir saya.
“Tidak ada telepon,” jawab saya dengan tegas. Belakangan saya tahu bahwa sambungan telepon di Yogyakarta tersambar petir sehingga adik saya tidak bisa menelepon saya.


Lalu pendeta  itu dengan suara lembut menanyakan lagi kapan saya libur atau cuti. Waduh, orang ini kok nanya-nanya libur segala. Memangnya mau apa dia, tanya saya dalam hati. 


“Nanti, pas Natal. Memangnya kenapa menanyakan cuti segala?” tanya saya ketus.
“Ya, saya mau bawa kamu ke rumah mama saya untuk saya perkenalkan,” jawab orang itu seenaknya.
”Anda itu belum kenal saya bahkan belum ketemu, kok mau memperkenalkan saya. Apa maksudnya sih?” tanya saya. Saya pikir dia memang benar pendeta gila.
“Yah, kalau mau dan tidak repot,” jawab suara di sana. 


Akhirnya saya kesal dengan pembicaraan yang tidak menentu itu, akhirnya saya bilang, “Sudahlah, silakan datang ke kantor saya. Anda bisa ketemu saya.”


Lalu telepon saya tutup. Dengan hati agak kesal saat itu saya langsung telepon teman saya, Damaris Napitupulu.


“Ris, sedang sibuk, tidak? Ini ada hal penting,” kata saya.
“Ada apa, Mbak Nur?”
“Gini, Ris. Ada pendeta gila yang ngelamar saya di telepon,” kata saya. Setelah itu sebenarnya saya mengharapkan Damaris menjawab ikut kesal atau marah dan menasihati saya untuk berhati-hati. Eh, jawaban yang dia berikan malah sebaliknya.
“Mbak Nur, jangan begitu. Bertemu dulu aja sebab dulu kan Mbak Nur bilang ingin suami yang jatuh dari langit?” 


Mendengar jawaban yang tak terduga itu, saya langsung diam. Saya jadi ingat doa saya dan semua yang saya bagikan kepada teman-teman waktu ulang tahun saya itu.



Tersedia buku digitalnya:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar